Daftar catatan hasil perjalanan ke Nepal 2011:
0 Comments
Ada teman - nyolot - bertanya, "kenapa elu kalau jalan-jalan harus selalu ke tempat yang jauh? Di Indonesia ada begitu banyak tempat yang bagus kan yang belum elu pergiin kan, kan?" (dan saya berimajinasi dia masih melanjutkan pertanyaannya dengan penutup: "sok lu, banyak gaya kayak orang kaya…")
Saya jawab dengan dua poin penjelasan: Pertama, mumpung masih kuat. Kuat meringkuk dalam kursi pesawat kelas ekonomi selama 15 jam. Kuat jalan kaki - yang kalau dihitung bisa mencapai 10 kilometer dalam sehari - mengeksplor sebuah kota, belum lagi kalau nyasar dan akhirnya cuma muter-muter kembali ke lokasi yang sama. Dan kuat menahan kencing kalau terpaksa…. Selain faktor ‘mumpung masih kuat’, juga karena saya masih dapat menikmatinya tanpa keluh. 20 tahun lagi? Mungkin saya cuma sanggup menikmati long haul flight kalau duduk di business class. Ya kali kalau ada duitnya kan. Oke lah, mari kita mengawang-awang saya mampu liburan ala Syahrini, tapi kalau encok membuat saya tidak kuat berlama-lama jalan kaki, atau membuat saya tidak bisa pergi ke negara dingin? Gimana? Buat saya: sekaranglah waktu yang tepat untuk pergi ke tempat-tempat yang jauh. Kedua, banyak lokasi wisata di Indonesia – sayangnya – masih belum terlalu baik infrastruktur pendukungnya, dan secara ekonomis belum dapat meng-cater solo traveler, yang ada ‘jatohnya’ malah jadi mahal sekali. Mungkin nanti 10 tahun lagi, perjalanan ke Raja Ampat akan jauh lebih mudah dan murah, termasuk island hopping dan akomodasinya. Dan itu akan cocok untuk saya yang menua dan butuh kemudahan-kemudahan yang saat ini belum tersedia. Buat saya: masih ada waktu (jika diijinkan Tuhan) untuk pergi ke tempat-tempat yang lebih dekat. Teman saya kembali beropini, “tetapi nanti 5, 10 tahun lagi Raja Ampat bakal komersil banget kayak Bali, crowded, dan tidak se-otentik sekarang?” Ya mungkin banget. Tapi kita tidak bisa saat ini memperoleh semua yang kita inginkan secara bersamaan bukan? Hidup penuh pilihan, dengan konsekuensi yang embedded. Saya sudah memilih. Dan juga mengemban konsekuensi yang ada. Itulah kalimat yang tercetak di t-shirt cenderamata yang dijual di Reykjavik, Islandia. Kalimat tersebut mengacu pada krisis finansial yang terjadi tahun 2008 (sebagai bagian dari krisis finansial global), dan erupsi gunung Eyjafjallajökull tahun 2010. Abu hasil marahnya Eyjafjallajökull mencapai lebih dari 5 kilometer di atmosfir, mengakibatkan air traffic shutdown terbesar sejak perang dunia kedua. Menurut IATA, 95.000 penerbangan di kawasan Eropa dibatalkan dalam 6 hari, dengan kerugian industri penerbangan dan industri pendukung sebesar USD 1,7 Miliar.
Ok. Bukan bertemu, tapi melihat dari jarak sangat dekat.
13 Oktober 2014, hari pertama saya di Oslo, Norwegia, salah satu negara teraman di dunia. Pagi itu saya jalan kaki ke Royal Palace. Kesan pertama, istana ini ramah. Kita tidak bisa masuk ke dalam bangunan istana, tapi kompleks ini terbuka tanpa pagar, dengan penjagaan yang friendly dan tidak ketat. Di halamannya yang luas berumput, masyarakat Oslo - dan turis – bebas untuk duduk santai. Hal itu saja sudah sangat impresif buat saya, namun yang lebih mengagetkan adalah mobil keluarga kerajaan ternyata dapat keluar masuk lingkungan istana tanpa tempat tersebut disterilkan. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|