Salah satu kawasan terbaik untuk jalan-jalan tak tentu arah dan tersesat – lebih tepatnya tidak mungkin tersesat – adalah Manhattan.
Manhattan, satu dari 5 borough (saya tidak menemukan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, mungkin kotamadya?) di New York City. 4 lainnya adalah Brooklyn, Queens, Staten Island, dan The Bronx. Masing-masing borough berbeda karakter, dan di setiap borough pun, jalan kaki beberapa blok saja atmosfir neighborhood-nya bisa berbeda. Penduduk di setiap borough sangat bangga dengan tempat tinggalnya. Dan kadang saling cela. Orang Brooklyn bilang, “Orang-orang yang kamu temui di Manhattan itu, semua justru tinggalnya di Brooklyn. Because Brooklyn is the best.” Di Brooklyn - yang cuma dipisahkan jembatan sepanjang 1.5 kilometer dengan Manhattan - banyak toko-toko pakaian yang dengan bangga mencantumkan label ‘made in Brooklyn’. Ketika ditanya bermalam dimana, saya pikir cukup menyebutkan Manhattan, tetapi Newyorkers sejati lebih suka menyebut neighborhoodnya, The Heights, Lower East Side, Upper West Side, Chelsea, Mid Town, Hell’s Kitchen…. Masuk akal juga sih sebenarnya, kita pun akan menjawab ‘di Kedoya’ dan bukan di ‘Jakarta Barat’. Masalahnya antara Chelsea dan Mid Town itu paling jaraknya 400 meter.
1 Comment
Chinese food selalu ada di/kemanapun saya pergi. Karena imigran China tersebar ke seluruh bumi. Tidak seenak chinese food di Indonesia (the best in the world, even better than the food in China itself IMO), tapi ya lumayan dan selalu saya cari dua hari sekali dalam perjalanan.
Di negara-negara barat, chinese food bisa ditemui dalam dua bentuk dan establishment, restoran fancy dengan dekor se-china mungkin (kanopi seperti kelenteng, gambar naga, tonal warna merah dan emas, meja bundar besar dengan taplak putih). Yang kedua adalah restoran China sederhana yang menyajikan menu buffet dan a la carte, atau malah khusus hanya untuk take away, tidak menyediakan kursi meja sama sekali. Restoran jenis kedua ini justru banyak diminati oleh penduduk lokal. Layanan sejenis ‘Go-Food’ juga banyak mengantri untuk mengambil pesanan makanan. Inilah makanan-makanan china dalam kotak yang sering kita lihat dipesan oleh Rachel & Ross dalam Friends. Harlem, neighborhood di NYC. Nama area ini berasal dari Haarlem, sebuah kota kecil di Belanda. Mengapa namanya kebelanda-belandaan, mungkin karena ini.
Yang pertama terbayang (akibat kebanyakan menonton film Amerika) tentang Harlem daerah suram, graffiti, penduduk kulit hitam, gangs, drugs. Well, mungkin itu benar kalau kita masih ada di era 70-80 an. Harlem sekarang sama amannya dengan area lain. Atau kita juga bisa bilang Harlem sama tidak amannya dengan area di kota-kota lain. Buat saya tidak ada tempat yang 100% aman atau 100% horor. Harlem yang saya lihat (dan menjadi neighborhood pertama yang saya tinggali - langsung dari bandara - ketika jalan-jalan ke Amerika Serikat untuk pertama kalinya) adalah area yang sangat bersih, cenderung sepi, dengan penduduk yang sangat bangga dengan kawasan tempat tinggalnya yang historik, dengan budayanya. Dan aman. Di hari minggu perempuan-perempuan setengah baya memakai baju terbaiknya untuk ke gereja. Sayup-sayup terdengar paduan suara penyanyi kulit hitam (saya pernah dengar istilahnya adalah negro spiritual. Entah apakah istilah ini masih digunakan. Terdengar rasis). Saya berpikir, mungkin justru penduduk Harlem yang sebal melihat orang-orang yang merasa tidak nyaman dan ketakutan kalau harus berada di area tersebut. Just be open minded, polite, respectful, and use our common sense. Kalau naluri kita mengatakan sepertinya tidak aman, hindarilah. Tetapi kita juga jangan menyamaratakan bahwa orang bertampang keras pasti adalah kriminal. Sebagai pejalan, di Harlem saya malah mendapat pengalaman yang tidak akan terlupakan dan kontemplatif. Suatu pagi saya menyeret koper menuju subway. Seorang lelaki usia 50 an keluar dari apartemen menuju mobilnya, dan menawarkan jika saya mau ke bandara JFK bisa ikut dengannya (dia bekerja di bandara). “Take care, you” katanya ketika saya bilang mau ke Penn Station (untuk naik kereta ke Washington DC). Saya merasa dia adalah orang baik-baik karena otak saya mencerna informasi yang ada di pandangan saya. Pria berkulit hitam, keluar dari apartemen (tentunya bukan homeless man), memiliki mobil (tentunya penghasilannya lumayan), dia menuju tempat kerja (tentunya bukan pengangguran). Apakah pandangan saya terhadap lelaki ini akan sama kalau saya bertemu dia secara random, berpapasan di jalan yang sepi? Mungkin tidak. Mungkin saya akan menghindari kontak mata dan berjalan melipir sedikit menghindar. Dan ada prasangka buruk di pikiran saya. Saya masih harus banyak belajar untuk membuang prasangka di mata, hati, dan pikiran. Traveling adalah salah satu cara terbaik untuk selalu mengingat. Kita semua adalah manusia kecil. Hidup bersama-sama di sebuah neighborhood. Bumi. Abad 16. Ujung pulau Manhattan - dimana Wall Street dan One WTC sekarang berada - dikuasai oleh Belanda, diberi nama New Amsterdam. Tahun 1664, Belanda dan Inggris melakukan barter. New Amsterdam diserahkan kepada Inggris dan namanya berubah menjadi New York, dan inggris menyerahkan Spice Islands - Pulau Banda dan sekitarnya - kepada Belanda. Abad 16. Sebuah pulau di Maluku sama berharganya dengan sebuah area di New York City. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|