12 Mei 2015
Cuaca cerah berangin, saya naik ke lantai 2 hop on hop off bis tanpa atap di Philadelphia. “Hi, I’m Ginger. Welcome aboard!” Girlie, tidak seperti presenter CNN, suaranya lebih mirip penyiar radio segmen remaja. Dan renyah. Jika mendengar dengan mata tertutup, kita dapat membayangkan dia berbicara sambil tersenyum ramah. Suaranya epitome dari training customer service: berbicaralah di telepon sambil tersenyum, walaupun pendengar tidak melihat anda langsung, mereka akan tahu anda adalah orang yang ramah dan antusias. Saya mengucapkan terima kasih, duduk di bagian tengah, 3 kursi di belakang dia. Bis mulai berjalan dan dia kembali mengambil mike-nya, “Untuk yang baru datang, kembali saya perkenalkan diri, I’m Ginger dan selamat datang di Big Bus, the best hop on hop off tour di Philadelphia!”
0 Comments
11 September 2001, sekitar jam 9 malam. Di Jl. Kelenteng, sebuah jalan kecil dekat rumah - dalam perjalanan setelah kerja lembur - saya menunggu nasi goreng tektek langganan dimasak. Sebuah sms masuk dari teman: “White House di-bom?”
Sampai di rumah saya menyalakan TV dan melihat Dunia Dalam Berita. Belum ada berita apa-apa. Rupanya teman saya melihat breaking news dari TV kabel. Sementara di rumah saya tidak ada parabola. Home internet apalagi. Kira-kira jam 10.30 malam muncul breaking news di TV lokal, hanya beberapa menit. Bukan White House. Hanya kesimpangsiuran berita. Bahkan keesokan harinya pun, harian Kompas masih belum terlalu lengkap memberitakan. Baru di hari berikutnya lagi - infografik hampir satu halaman penuh - sketsa gedung kembar WTC dan apa yang sebenarnya terjadi, mulai lengkap diketahui. Sad week for the world. Beberapa teman bertanya, how do you plan your trip? Well, here we go…
Kapan berangkat? Saya tidak pernah bepergian di musim liburan umum seperti Natal dan Lebaran yang mahalnya sudah tidak masuk akal, tetapi hampir selalu di bulan Mei, peralihan dari musim semi ke musim panas di belahan bumi barat, dan Oktober/November, awal musim gugur. (Ya, memang jadwal ini tidak student & family friendly. Cocoknya untuk solo traveler). Keuntungan berangkat di off season, selain lebih ramah di kantung, iklimnya juga pas untuk penduduk negara tropis. Di peralihan musim semi, tonal masih cukup warna-warni, hawa masih cukup sejuk belasan derajat celcius di siang hari, tapi matahari selalu bersinar dan baru terbenam sekitar jam 8 - 9 malam. Di awal musim gugur, belum terlalu dingin, tapi sudah ‘dapet’ suasana winter-nya (minuman beraroma pumpkin spice dan spiced hot cider!). Salah satu kawasan terbaik untuk jalan-jalan tak tentu arah dan tersesat – lebih tepatnya tidak mungkin tersesat – adalah Manhattan.
Manhattan, satu dari 5 borough (saya tidak menemukan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, mungkin kotamadya?) di New York City. 4 lainnya adalah Brooklyn, Queens, Staten Island, dan The Bronx. Masing-masing borough berbeda karakter, dan di setiap borough pun, jalan kaki beberapa blok saja atmosfir neighborhood-nya bisa berbeda. Penduduk di setiap borough sangat bangga dengan tempat tinggalnya. Dan kadang saling cela. Orang Brooklyn bilang, “Orang-orang yang kamu temui di Manhattan itu, semua justru tinggalnya di Brooklyn. Because Brooklyn is the best.” Di Brooklyn - yang cuma dipisahkan jembatan sepanjang 1.5 kilometer dengan Manhattan - banyak toko-toko pakaian yang dengan bangga mencantumkan label ‘made in Brooklyn’. Ketika ditanya bermalam dimana, saya pikir cukup menyebutkan Manhattan, tetapi Newyorkers sejati lebih suka menyebut neighborhoodnya, The Heights, Lower East Side, Upper West Side, Chelsea, Mid Town, Hell’s Kitchen…. Masuk akal juga sih sebenarnya, kita pun akan menjawab ‘di Kedoya’ dan bukan di ‘Jakarta Barat’. Masalahnya antara Chelsea dan Mid Town itu paling jaraknya 400 meter. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|