‘Sunny at seven rainy at eleven’ atau ‘rain before seven fine before eleven’. Cuaca di London susah ditebak. Mungkin itu sebabnya dalam buku-buku etiket ala English gentleman, cuaca adalah salah satu topik netral yang disarankan untuk membuka percakapan. Suatu sore ketika nongkrong di teras (berpikir mau jalan kemana), saya berpapasan dengan host airbnb yang baru pulang kantor. Kalimat pertama yang dia ucapkan “great weather this evening”, sambil tangannya menengadah ke langit. Dari footage yang saya lihat di CNN, kalimat pertama Pangeran William menyambut kedatangan Barack & Michelle Obama - berpayung di tengah gerimis - di Kensington Palace adalah “sorry about the weather”. Sepanjang 10 hari jalan-jalan di UK di awal musim semi ini, saya hanya mengalami ‘sorry about the weather’ 1 kali saja di hari pertama. Saat itu cuacanya aneh, pagi matahari bersinar terik, sekitar jam 10 mendung tidak merata. Awan mendungnya tebal-tebal tapi random, dan pergerakannya sangat cepat. Dalam hitungan detik bangunan yang terpapar sinar matahari dengan tonal warna hangat bisa berubah menjadi keabu-abuan tertutup awan gelap. Berubah lagi silih berganti. Dan tiba-tiba jam 11 siang hujan es. 9 hari sisanya saya ditemani cuaca musim semi yang normal. Kadang berawan, tapi seringnya cerah, matahari baru terbenam sekitar jam 9 malam. Yang membawa masalah baru. Biasanya motret-motret keramaian malam dengan lampu-lampunya sekitar jam 7 sebelum cari makan, sekarang 2 jam setelah makan malam saya masih kelantang kelinting tak tentu arah menunggu matahari terbenam, menunggu di kursi di pinggir sungai Thames untuk memotret Big Ben, berdiri di tengah jembatan untuk memotret London Eye, duduk di rumput di Leicester Square untuk memotret keramaian suasana kafe. Ada saat dimana kebosanan melanda dan terlintas pikiran let it go, go home… (dan saya ikuti). Tapi seringnya saya lawan dan menggunakan waktu yang ada untuk menyusuri jalan yang saya belum lalui, dan pada akhirnya malah tiba di suatu tempat yang sebelumnya tidak direncanakan. Setiap kali melihat kembali foto jalan-jalan (dimana pun), saya sadar highlight perjalanan saya justru ada di saat-saat duduk melamun di bangku di pinggir sungai, berdiri di tengah jembatan, nongkrong di sudut pasar sambil makan caramelized almond, jalan di sebuah gang dan melihat sebuah toko kecil bersiap-siap menutup pintunya (berapa banyak barang yang dijualnya hari ini?), bingung memilih warung untuk dimasuki di sebuah food street lalu melihat pasangan berantem di pinggir jalan (si pria bilang ‘I’m sorry’, si perempuan pergi meninggalkannya, si pria tidak mengejarnya dan jalan berbalik arah. Are they ok now? How is their story end?), melihat seorang pejalan bule melamar pacarnya di sebuah taman di Kyoto, atau melihat pengantin naik Subway di New York (Ya. Gaun pengantin lengkap dengan buntutnya, dan tuxedo hitam). No, ini semua bukan hanya highlight, tapi justru esensi perjalanan saya. And I love every nanosecond of it. Anyway, kembali ke perburuan foto-foto jelang matahari terbenam di London. Beberapa menit ketika langit berwarna biru tua. Malam belum, sore pun sudah lewat.
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|