Apa yang tercetus di benak ketika mendengar kata ‘Iran’? Taliban? Well, Taliban itu di Afganishtan. ISIS? Tentara ISIS bisa berasal dari mana saja, termasuk negara kita sendiri. Daerah konflik? Ya, memang ada area tertentu - terutama di perbatasan - yang lebih baik dihindari. Tetapi mengidentifikasi Iran dengan daerah konflik sama saja seperti melarang turis asing mengunjungi Bali karena “kadang terjadi konflik yang melibatkan senjata di Tembagapura”. Padang pasir? Saya akan menunjukkan beberapa foto kawasan Iran yang sangat beragam. Tehran memiliki tree lined street terpanjang di Timur Tengah, membentang dari utara ke selatan sepanjang 20 kilometer. Di Esfahan, hampir seluruh kota dinaungi oleh pohon (bayangkan kawasan Dago Bandung, tetapi ini seluruh kota). Di Shiraz, tanaman kota adalah pohon jeruk. Di musim semi, seluruh kota harum jeruk. Tidak perlu Young Living Oil. Hampir di setiap kota, trotoarnya lebar dan nyaman dilangkahi, taman-taman kota bertebaran, dan banyak area atau alun-alun khusus ‘pedestrian only’. Panas menyengat? Iran beriklim kering (dry climate), artinya temperatur di siang hari dapat sangat berbeda dibanding malam hari. Di musim gugur seperti saat saya berkunjung, siang hari rata-rata 25C dan malam hari sekitar 15C. Subuh bisa drop ke 8C. Iran memiliki banyak ski resort yang saat ini semakin populer dan mulai diincar penggila ski dari Eropa, karena jauh lebih terjangkau. Pernahkah kita membayangkan kata ‘Iran’ dapat bersanding dengan ‘main ski’? Negara terbelakang? Menurut saya, sarana, transportasi dan ruang publik di Iran modern saat ini jauh lebih superior dibandingkan Indonesia. Dan, sejak jaman kitab perjanjian lama saja, yang namanya Persia itu sudah menjadi negara maju dengan keilmuan, teknologi, dan seni yang berkembang pesat. 500 tahun sebelum Kristus, Persia telah memiliki human rights charter (undang-undang hak asasi manusia), dan juga membentuk ‘PBB’ dimana delegasi dari berbagai negara berkumpul. Negara muslim garis keras? Jika kita googling atau mencari stock photo dengan keyword Iran, sering muncul arsitektur mesjid yang indah, atau perempuan ber-chador hitam kelam dengan wajah grumpy. Chador hitam memang masih umum digunakan generasi yang lebih tua. Tetapi aturan pemerintah sendiri mengenai penutup kepala, sebenarnya cukup menggunakan selendang / scarf, tidak perlu menutup seluruh rambut. Asal nempel. Dan perempuan Iran sudah tidak ambil pusing mengenai hal ini, menggunakan penutup kepala seperti kewajiban menggunakan seragam sekolah. Saya sempat hadir dalam house party di Esfahan. Begitu masuk rumah, Iranian tidak ada bedanya dengan orang lain. Yup, tank top, tattoo, ada yang merokok. Dan ketika tiba saatnya bermain tebak kata, yang dipilih adalah kata-kata jorok minta ampun. Iranian people are normal people. Iran, never stop surprising. Foto-foto dalam slideshow ini adalah urban Iran. Pada post berikutnya, baru saya akan menunjukkan keindahan jejak peradaban Persia yang luar biasa.
1 Comment
Saya sendiri bertanya, kapan ketertarikan untuk mengunjungi Iran mulai terjadi? 2 atau 3 tahun lalu? Rasanya sejak Iran dikukuhkan Lonely Planet sebagai ‘top destination to travel’ beberapa tahun lalu. Saya mulai browsing mengenai Iran, dan ada satu foto yang membuat saya memutuskan ‘I will be there someday’ (Mesjid Nasir Al Molk di Shiraz). Keinginan untuk pergi semakin menjadi ketika banyak membaca sejarah negara ini, baik ancient Iran maupun modern Iran termasuk tentang revolusi Iran, dan juga Oscar winning movie Argo mengenai penyanderaan staf kedutaan besar Amerika Serikat tahun 1979.
Keramahan dan budaya Persia ‘guests are gift from God’, betapa Iran itu ternyata aman, berbagai miskonsepsi negara ini sebagai sarang teroris, pengalaman dan cerita dari pejalan yang telah mengunjungi Iran, semuanya semakin meyakinkan saya untuk pergi. 1 tahun lalu, saya bergabung dengan grup Facebook ‘See You in Iran’ yang beranggotakan lebih dari 130 ribu orang, mulai dari pejalan yang akan atau telah mengunjungi negara ini, Iranian diaspora berbagai negara yang bekerja keras untuk menceritakan kondisi sebenarnya yang ada di tanah kelahirannya, tourguide, dan sebagainya. Di grup ini pula saya berinteraksi dengan banyak Iranians yang memberi berbagai informasi pariwisata, beberapa pejalan Indonesia yang telah duluan berkunjung, dan seorang perempuan asal Aceh yang telah bermukim di Iran lebih dari 5 tahun. 4 bulan lalu saya memutuskan untuk mencari tiket keberangkatan bulan Oktober, saat iklim Iran di siang hari sekitar 25C dan malam hari sekitar 10C. Nice breezy weather. Rute dari Jakarta yang paling mudah adalah lewat Kuala Lumpur yang memiliki penerbangan langsung ke Tehran (tapi kita juga bisa menggunakan maskapai Timur Tengah, transit di Doha atau Dubai lalu terbang 1 – 2 jam ke Tehran). 3 hari yang lalu saya baru tiba kembali di Jakarta setelah solo traveling di 5 kota di Central Iran selama 2 minggu. Dari 37 negara yang telah dikunjungi, dengan mudah saya bisa menyatakan Iran berada di top 3 negara favorit saya. Dan saya akan kembali lagi ke sana. Banyak sekali yang bisa diceritakan mengenai kisah perjalanan saya ke Iran. Penuh surprising moment yang menarik dan tak terlupakan. Saya memutuskan untuk membuat section tersendiri di blog ini. Enjoy Iran. |
Archives
February 2018
Categories
All
|