Bagian kedua dari dua tulisan, kali ini adalah dokumentasi 3 hari berturut-turut mengejar Aurora. Hari pertama: Tiba di Islandia, ketika check in resepsionis hotel langsung menyampaikan pesan dari tour company, malam ini tidak ada hunting karena awan tebal. Hari kedua: Cuaca mendung membuat gundah (saya cuma 4 hari disini. Hiks). Tapi sampai jam 21.00 tidak ada pemberitahuan pembatalan dari operator. Kembali bersemangat dan menunggu di lobby bersama banyak tamu hotel yang juga menunggu jemputan dari berbagai tour operator. Jam 21.30 big van saya tiba. Lokasi tujuan adalah sebuah tanah luas di pinggiran Reykjavik. Baru setengah jalan, driver merangkap guide yang terus sibuk berkomunikasi dengan mobil lainnya tiba tiba berbalik arah (satu tour operator biasanya punya 5 armada yang berangkat selang 10 menit, sehingga mereka bisa saling memberi informasi dari lokasi yang berbeda-beda). “Awan menuju lokasi kita, tapi mobil teman kita sudah melihat aurora akan terbentuk di lokasi B”. Sampai di lokasi baru, mesin mobil dimatikan. Lalu gelap segelap-gelapnya. Ini sebuah tempat dengan zero light pollution sempurna. Kami turun dari mobil menggunakan senter (yang harus segera dimatikan agar mata terbiasa dengan kegelapan. Itupun butuh waktu 15 menit sampai akhirnya mulai samar-samar bisa membedakan yang mana gunung yang mana langit). Kami menunggu dan menunggu. Si driver berusaha membesarkan hati dan membunuh waktu dengan mengajak tebak-tebakan rasi bintang. Pertama kalinya saya melihat begitu banyak bintang – ratusan – terlihat sangat jelas, jernih, dan kontras. Indah. Senyap. Di Islandia tidak ada jangkrik atau kodok. Binatang liar yang ada cuma arctic fox pemalu, cenderung menghindari kontak dengan manusia. Kami menunggu dan menggigil hampir 1 jam. Malam ini dinginnya gak ketulungan. Akhirnya driver memutuskan untuk pindah lokasi. Lagi. Masuk mobil, lampu dalam sudah dimodifikasi berwarna biru dan menyala perlahan-lahan supaya mata tidak kaget. Ngebut ke lokasi ketiga, driver sibuk berkomunikasi dengan mobil lain sambil memperhatikan jalan dan mengamati kemana kendaraan tour company competitor mengarah. Seru, mengingatkan kebut-kebutan persaingan dua grup scientist berburu tornado di film Twister. “Loh, gak salah nih, kog mereka malah balik arah kesana? Kita yakin nih mau kesini? Coba periksa lagi woooy arah awan!” “Ya elah, guys, liat tuh rombongan bis yang lambat itu. Kita udah pulang abis liat aurora, mereka bakalan baru nyampe kaleee…” Kami tiba di sebuah pantai dengan ombak yang berdebur keras dan deru angin yang makin ampun-ampunan. Setelah 30 menit menunggu sambil memandangi langit, driver menerima informasi semua tour company menyimpulkan zero chance untuk dapat menemukan aurora malam ini. Misi selesai. Kami diantar pulang. Total 4 jam petualangan. Sampai hotel saya baru sadar hidung ingusan, dan berdarah. Hari ketiga: Cuaca cerah. Dijemput hampir jam 10 malam oleh driver baru yang sangat ngocol. Seorang mahasiswa astronomi nyambi. Driver: “How’s everybody doing today?” Kami: “Greeeeaat.” Driver: ”Yeah, yeah, yeah. You said great to deny the fact that you’re all now broke after spending several days and bloody lots of money in Iceland….” Si driver slash guide slash student sangat riang. A little bit too much. “Saya gak boleh ngejanjiin, melanggar aturan perusahaan, tapi saya gak bisa nahan diri nih. I’m too excited sebab kayaknya aurora pasti nongol tonight”. Saya tidak yakin apakah dia hanya menghibur setelah kekecewaan kemarin (setengah dari penumpang malam ini adalah yang kemarin juga). Kami berkendara – entah kemana – sekitar 40 menit dan tiba di sebuah padang rumput. Malam ini temperatur bersahabat. Tidak berangin, tetap dingin tapi tidak bikin menggigil. Masih dalam level nyaman. Si driver sudah sangat pede membantu mensetting kamera para peserta tour sambil ngobrol ngalor ngidul. Kami mulai duduk-duduk dengan kepala menengadah ke langit. Kira-kira 15 menit kemudian si driver berteriak,”Heeeeeeeeeeeeeey, don’t just staring UP. Because the light IS THERE on your left side!” Kami semua menengok ke arah yang dimaksud, dan cahaya hijau muncul perlahan-lahan dari horizon yang sejajar dengan tanah. Cahaya itu berpendar lambat, kemudian memanjang dan ‘menjulur’ melewati langit di atas kepala kami. Jika pekat langit adalah kopi, aurora adalah susu cair yang dituang perlahan ke dalam gelasnya. Jika pekat langit adalah oksigen yang tak berwarna, aurora adalah asap yang menghembus abu-abu. Jika pekat langit adalah laut, aurora adalah tentakel oktopus yang mengejar mangsanya. Kadang muncul secepat kilat, lalu anggun melewat. Kadang terbentuk lambat, lalu menghilang sekejap. Menyambar. Lalu mengusap. 28 Maret 2014
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|