Hampir semua paket tour ke pantai timur Amerika Serikat pasti mengikutsertakan kunjungan ke Niagara Falls. Padahal air terjun ini bukan yang terbesar atau tertinggi (fakta) ataupun terindah (ini relatif). Niagara Falls terdiri dari 3 air terjun, American Falls & Bridal Veil Falls di tanah Amerika Serikat dan Horseshoe Falls yang tepat di tengah perbatasan Amerika Serikat - Kanada, berbagi dengan Ontario). Mayoritas yang pernah berkunjung mengatakan Niagara Falls jauh lebih bagus dilihat dari sisi Kanada ke arah Amerika Serikat, dibandingkan sebaliknya. Sebuah blog yang pernah saya baca beranalogi bahwa memandang Niagara Falls dari Kanada seperti menikmati boobs dari arah depan, sementara dari Amerika Serikat seperti melirik dengan muka tetap mengarah ke depan. Agak kurang ajar. Dan gak begitu-begitu amat juga. Dari New York City, kita bisa pergi naik bus 7 jam, atau kereta 9 jam, atau penerbangan singkat 1 jam. Kalau kita naik pesawat, dari pertama kita keluar rumah sampai dapat memandang air terjun tersebut total dibutuhkan waktu sekitar 6 jam juga, mempertimbangkan perjalanan ke bandara JFK sekitar 45 menit dari pusat kota, 2 jam menunggu di bandara, terbang 1 jam ke kota Buffalo, lalu melanjutkan 1 jam berkendara. Semua pilihan yang ada memaksa kita setidaknya menginap 1 hari di kawasan Niagara. Karena waktu yang terbatas, solo traveling tanpa ikut paket tour, dan juga tidak mempersiapkan visa Kanada, akhirnya saya memilih tour premium, day trip dengan pesawat charter. Berangkat jam 7 pagi dengan pesawat kecil dari bandara swasta 30 menit dari pusat kota NYC, terbang 45 menit, tiba pun langsung di kawasan Niagara Park, hanya 5-10 menit menuju air terjun. Dan sudah tiba kembali di tengah kota NYC jam 8 malam. Total waktu yang saya miliki di kawasan Niagara dengan day trip ini sama saja dengan waktu jika saya menginap 1 hari. Harga tour ini lumayan mahal sampai Airbnb host saya bilang, “seriusan, kamu buang duit segitu hanya untuk day trip?” Tapi saya sudah menimbang-nimbang, pergi dengan moda transportasi lain harus keluar uang untuk penginapan, makan, dan buang waktu 2 hari. Akhirnya yang dihemat tidak terlalu banyak juga. Ya sudahlah. Sekali seumur hidup. Karena saya tidak berencana untuk pergi lagi di masa depan. Di pagi hari keberangkatan saya jalan kaki menuju Hotel Marriott di Times square, lokasi temu untuk diangkut bus ke bandara Republic di kota Babylon. Jalanan masih sepi dan lancar. Bandara ini cukup mewah walaupun saking kecilnya hanya seperti sebuah rumah dengan ruang tamu. Tersedia kopi gratis dan crackers. Setelah proses administrasi ulang, (cek paspor dan pembagian tiket masuk Niagara) saya dan 11 penumpang lain langsung menuju boarding gate alias “kebun belakang” rumah tersebut. Hanya saja kebun ini luas dan ada beberapa pesawat nongkrong. Di dalam pesawat, sarapan pagi berupa sandwich, apel, dan kopi / teh dibagikan. Baru 30 menit terbang, satu-satunya cabin crew kembali membagikan biskuit keju dalam kemasan individu. Walaupun ini pesawat kecil, suasananya informal - pramugari tersebut ikut sarapan saat kita semua juga sarapan, dan dengan santainya dia membenahi cepolnya sambil menggigit karet rambut di bibir - semua prosedur safety instruction tetap dijalankan dengan tegas. 10 menit perjalanan bus setelah tiba di Niagara Falls International Airport (salah satu lagi perbedaan tour ini dengan penerbangan komersial yang tiba di Buffalo Airport, yang butuh sekitar 1 jam lagi berkendara), kami telah tiba di pintu masuk Niagara Park. Masih cukup pagi, sepi. Dan tidak menarik! Ada beberapa tempat – selain air terjun itu sendiri – yang bisa dikunjungi: sebuah museum geologi kecil, sebuah sea park 2 lantai yang juga kecil dengan atraksi utama adalah anjing laut yang bisa bertepuk tangan, dan restoran-restoran yang membosankan. Kita bisa berkeliling kawasan ini menggunakan bus gandeng terbuka, mirip kereta-keretaan di mall-mall Indonesia. Saya segera menuju viewing platform, dan inilah air terjun Niagara. Bukan yang paling spektakuler yang pernah saya lihat. Jauh lebih bagus air terjun-air terjun di Islandia yang bisa dikunjungi gratis. Saya melihat sisi Kanada yang lebih ramai dan modern dengan hotel-hotel tinggi yang dilengkapi kasino. Jika kita memiliki visa, kita bisa jalan kaki menyeberang ke Kanada melalui sebuah jembatan. Jangan bayangkan jembatan ini berada di atas air terjun, karena lokasinya berada di atas sungai sebelum airnya terjun. Jadinya lebih mirip jembatan-jembatan di kota kecil di kawasan pantura. Dengan tiket yang ada, saya segera menuju lift di sebuah bangunan - turun sekitar 8 lantai – untuk naik perahu di sungai Niagara. Antrian mengular, tapi perahunya banyak. Penumpang dari sisi Kanada dibekali jas hujan plastik warna merah, sementara penumpang dari sisi Amerika Serikat dengan warna biru. Inilah - menurut saya - satu-satunya atraksi di kawasan Niagara yang cukup menarik. Berperahu mendekati air terjun, dengan gemuruh air sekeras suara mesin jet pesawat terbang, dengan percikan halus air yang dalam 5 menit membuat kuyup. Orang-orang harus berteriak untuk saling berbicara. Di dalam perahu, suara rekaman pemandu beradu kencang dengan suara sekitar. Di titik terdekat dengan air terjun, semua orang berteriak girang basah kuyup, dan terdengar rekaman suara, “THIS... IS.... NIAGARA FALLS.” Kembali ke darat, baru jam 2 siang. Masih ada waktu 4 jam dan saya sudah bosan. Thank God saya memutuskan perjalanan day trip. Seriously, tempat ini agak overrated. Akhirnya setelah berputar-putar dengan bus odong-odong ke semua tempat yang bisa didatangi - dan itu pun masih tersisa 2 jam lagi - saya nongkrong di sebuah warung kopi. Di taman rumput di hadapan saya, sekeluarga turis India mengeluarkan wadah plastik pipih lebar seperti milik pedagang di pasar kue subuh Senen. Isinya nasi briyani lengkap, dengan potongan-potongan kari kambing bertulang sebesar tangan bayi. Mereka makan satu wadah beramai-ramai. Dengan tangan. Sumpah, kalau mereka mengajak bergabung, dengan senang hati saya mengiyakan. Jam 6 sore kembali di bus menuju bandara Niagara Falls. Matahari masih bersinar terik. Kota ini (atau mungkin kecamatan, entah) adalah sisi Amerika Serikat yang jarang kita lihat di film-film. Rumah tapak dari kayu berlantai satu atau dua. Kebun kering kecoklatan dengan tanaman yang masih malas tumbuh walaupun winter sudah lewat. Picket fences usang berwarna putih yang sekarang jadi abu-abu dengan paku berkarat dan tanaman rambat (hidup segan mati tak mau) mirip lilitan kawat. Onggokan barang-barang bekas menumpuk di sebuah sudut. Sebuah sepeda bersandar, rindu untuk kembali digunakan di awal musim semi ini. Di sebuah rumah, saya melihat perempuan bertubuh besar duduk merokok di kursi ayun. Rambutnya lurus sebahu, dengan bando plastik berwarna kuning. Melamun. Slow day. Jam 7 malam, satu blok dari hotel Marriott, tiba kembali di Times Square. Cross road of the world, dengan segala hiruk pikuknya.
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|