12 Mei 2015 Cuaca cerah berangin, saya naik ke lantai 2 hop on hop off bis tanpa atap di Philadelphia. “Hi, I’m Ginger. Welcome aboard!” Girlie, tidak seperti presenter CNN, suaranya lebih mirip penyiar radio segmen remaja. Dan renyah. Jika mendengar dengan mata tertutup, kita dapat membayangkan dia berbicara sambil tersenyum ramah. Suaranya epitome dari training customer service: berbicaralah di telepon sambil tersenyum, walaupun pendengar tidak melihat anda langsung, mereka akan tahu anda adalah orang yang ramah dan antusias. Saya mengucapkan terima kasih, duduk di bagian tengah, 3 kursi di belakang dia. Bis mulai berjalan dan dia kembali mengambil mike-nya, “Untuk yang baru datang, kembali saya perkenalkan diri, I’m Ginger dan selamat datang di Big Bus, the best hop on hop off tour di Philadelphia!” Ginger menghabiskan beberapa menit menjelaskan kembali aturan main bis ini (looping mengelilingi kota dengan 27 halte, kita naik dan turun di halte mana saja selama 1 hari penuh dengan menunjukkan tiket terusan yang kita miliki, waktu tunggu di halte rata-rata 10 – 20 menit. Dan karena banyak Big Bus, mungkin setiap kali naik bis kita akan menemui penumpang, sopir, dan guide yang berbeda. Jangan sampai ketinggalan barang di bis, jangan berdiri saat bis jalan, dll). Penampilannya perpaduan antara punk, gothic, trash metal, Japanese cosplay aliran sexy-cute-high school-girl. Dan pemburu singa Afrika. Dia menggunakan flat boot tebal DocMart, kaus kaki hitam sedengkul, rok mini jeans mengembang bergelombang dengan aksen tempelan-tempelan perca, sweater - tentu saja dengan logo tim favorit Philadelphia Eagles - dengan hoodie yang dibiarkan terkulai di pundak, dan topi safari berwarna khaki dengan tali terikat di dagu. Seperti di pasar kain Mayestik: pilih warna, acak corak. Wajah Ginger penuh dengan benda-benda yang membuat saya gatal ingin mempretelinya. Anting di hidung (lubang kiri dan kanan, supaya seimbang), satu kuping menggunakan giwang dengan batu besar yang berkilat terkena sinar matahari, satunya lagi penuh dengan anting kecil - mungkin enam atau tujuh - mengelilingi seluruh cuping telinganya. Waktu SMA dulu di tempat fotokopi: Jilid ring ya Pak, gak usah terlalu besar, ini tipis kog cuma 25 halaman. Yang paling epic adalah alisnya yang dikerik habis, berganti dengan tato melengkung (iya, memang masih mirip-mirip alis) tapi bergaya tribal, mirip dengan kuku nenek sihir di film Disney. Atau akar pohon yang tiba-tiba hidup, berulir memanjang mencengkeram anak malang di hutan gelap. Mirip-mirip seperti ini: Oh, Ginger adalah penyandang dwarfism (KBBI: orang katai). Saya respek padanya, pada kepercayaan dirinya yang tinggi. Saya membayangkan setiap malam dengan lelah dan terkantuk-kantuk dia naik kereta bawah tanah pulang ke apartemen kecil di daerah suburb, lalu menghitung tip yang diperolehnya hari itu. Seminggu sekali dia mengunjungi ibunya mungkin, mentraktir makan siang sambil bercerita pengalamannya bertemu dengan orang dari seluruh dunia. Ibunya memandangnya terharu. I raised her well and I’m proud of her. Lalu dia memulai memandu tour bus ini…… 5 menit pertama sangat entertaining. 1 jam kemudian saya sakit kepala. Ginger bercerita dengan gaya mendongeng. Intonasi naik turun, berteriak (we’re in the Independence Hall), berbisik (melewati rumah tua yang menurut urban legend dihuni hantu veteran), terisak (melewati tomb of unknown soldier), berganti-ganti menjadi pria dan wanita (di Betsy Ross House), heroik seperti pembawa acara pertandingan tinju (melewati Rocky’s Steps). Music score film Rocky yang uplifting terngiang di kepala. Rocky lari naik turun tangga di halaman gedung ini sampai setengah kelenger tapi dengan tekad kuat terus mempersiapkan diri bertanding. Wajah Sylvester Stallone yang sendu seperti habis ditampar vertikal dari pelipis ke rahang, tidak ditabok umum plak plak kiri ke kanan. Stop it you need to concentrate of what Ginger is explaining! Semakin lama, PD-nya Ginger semakin menjadi. Dan lebay. Seperti mendengar celotehan host dan tamu di acara TV tidak lucu yang bisa berjam-jam ditayangkan. Bedanya saya bisa segera ganti channel. Ini tidak. Lucunya, Ginger bisa break out of character setiap kali tiba di halte. Cerita apa pun dengan intonasi apa pun, sejenak dia kembali jadi gadis ramah dengan suara normal, “Here we are arriving in the next stop, Rodin Museum! Yang mau turun disini silakan, jangan lupa barang anda.” Lalu dia melanjutkan karakter yang sedang diperankannya, berbisik oke, berteriak oke, nyanyi dikit. Hayuk! Ginger, what makes you, you? Apakah coping mechanism atas perbedaan fisikmu membuat kamu menjadi perempuan yang sangat percaya diri seperti sekarang ini? Apakah waktu kecil kamu sering dibully oleh teman-teman? Waktu kecil saya sering main ke rumah sepupu. Di komplek perumahan itu, ada seorang anak penyandang ectrodactyly, deformitas yang membuat tangannya tumbuh tidak normal berbentuk capit (lobster claw syndrome). Anak ini tumbuh menjadi anak troubled, nakal, sering berantem, menakut-nakuti anak kecil lainnya. Coping mechanism-nya adalah justru dia harus menjadi bully untuk ‘survive’. Padahal belum tentu anak-anak lain tidak mau bermain dengannya karena dia memiliki kekurangan fisik. Tapi karena kelakuannya, anak-anak lain semakin menghindarinya. Dimana pun dia berada, saya harap saat ini dia baik-baik saja. Saya turun di Elfreth’s Alley. Hari yang menarik. Good luck, Ginger. Tetaplah menjadi perempuan kuat, mandiri, percaya diri. Tapi maaf, saya tidak menikmati keliling kota mendengar celotehanmu yang menit demi menit semakin berlebihan. See you when I see you. 14 Mei 2015 Selesai mandi sore saya beres-beres koper, pintu kamar tidur saya biarkan terbuka. Ginger berdiri depan pintu. Dia ingin masuk tapi tidak berani. Saya tersenyum, “ayo masuk.” Rautnya berubah gembira. Tidak banyak bicara, dia menemani saya membungkus pakaian kotor. Dia duduk mendekat saya yang jongkok di lantai. Sesekali saya menoleh, dan kami berkontak mata. Saya mengusap wajahnya. Pandangannya sangat memuja, saya merasa seperti raja. Rasanya menyenangkan - dan menenangkan - dia ada di sini. 2 hari yang lalu saya memutuskan berpisah dengan Ginger. Dan hari ini Ginger ada di kamar tidur saya. Berdua. Menemani saya membereskan koper. Aneh rasanya. 13 Mei 2015 Jam 11 siang. Tiba di Boston. Naik taksi menuju alamat Airbnb tempat saya bermalam. Host saya ramah menyambut. Seekor chocolate Labrador besar dengan bulu berwarna kopi mengkilat mengendus ramah, berputar-putar mengelilingi lalu menempel di betis. “Ginger. No!” Host saya berkata, “I’m sorry. Ginger menganggap every human she met is her new best friend.” Konspirasi semesta membuat saya bertemu dengan dua karakter unik, kuat, mandiri, yang sama-sama bernama Ginger, berselang 2 hari. Dua-duanya tidak terlupakan. 10 tahun lagi, Ginger the labrador mungkin sudah tiada, tapi Ginger the enthusiastic guide mungkin sudah menjadi komedian terkenal, atau sutradara teater ternama, atau the new Ellen DeGeneres. Dan kalau dia muncul di televisi, saya akan langsung mengenalinya.
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|