Traveler's most hated sentences: “Mau jalan-jalan ya? Jangan lupa oleh-oleh …” Kalimat yang sering kita dengar dari orang-orang sekitar, ketika mereka mengetahui rencana kita untuk bepergian. Here’s a thought, or two. Kita tidak pernah mengetahui darimana asalnya tradisi ini. Rasanya budaya ini tidak dikenal di luar negeri. Ada pendapat bahwa membawa oleh-oleh, atau souvenir, atau ‘buah tangan’ (whatever that shit means) adalah penanda bahwa saat bersenang-senang pun kita tetap ingat pada teman atau sahabat, dan ‘ingat’ disini diekspresikan dengan membelikan sesuatu. Saya ingin bilang: saya ingat kog kamu, kamu, dan kamu. Saya ingat teman-teman. Bukan hanya pada saat liburan saja. Jadi tidak ada bedanya. Dan bukan keharusan saya untuk mengekspresikan ingatan saya tersebut dalam bentuk fisik, apalagi gantungan kunci atau figurin dari clay atau karet yang - di negara mana pun kita beli – kebanyakan ternyata buatan China. Dan ternyata juga bisa dicari di Mangga Dua.
Di lain pihak, saya pun sadar bahwa kalimat “jangan lupa oleh-oleh” ini seringkali hanya sebatas ucapan otomatis yang terlontar ketika kita mendengar seseorang akan bepergian, karena mengucapkan “selamat berlibur, semoga aman dan lancar, menyenangkan” terdengar awkward. Jadi paling gampang bilang ‘jangan lupa oleh-oleh’, walaupun yang mengucapkan sebenarnya tidak benar-benar meminta dibelikan sesuatu. Hmm, lebih baik biasakan tidak bicara apa-apa sekalian, karena si pejalan pun tidak terlalu mengharapkan well wishes (kecuali pergi ke Suriah atau Afghanistan). Saya punya teman yang benar-benar selalu mengharapkan oleh-oleh. Dan sampai berhari-hari setelah saya kembali ke Indonesia (dan berkali-kali saya bilang, “No, tidak ada. Saya tidak bawa apa-apa untukmu”) masih terus merengek ,”mana oleh-olehnya?”. Dan di saat-saat random bisa kembali mengingatkan bahwa saya kalau jalan-jalan jarang bawa pulang sesuatu. Seriously! Tetapi urusan oleh-oleh ini ada pengecualian. Kalau memang ditawari, dan hubungan kita sangat dekat, dan memang yang pergi itu sendiri tipe orang yang senang berbelanja dan menawar barang, bisa saja kita menitip sesuatu untuk dibayar kemudian. Itu pun ada aturannya, jangan menitip membeli barang yang besar, berat, makan tempat. Apalagi - ini yang paling big no no - kalau barang tersebut ternyata bisa dibeli di Indonesia (kita menitip semata-mata harganya sedikit lebih murah). Ini namanya tidak tahu diri. Yang paling penting, sekali lagi, janganlah minta oleh-oleh (atau bahkan sekedar menitip sesuatu), pada orang yang sama sekali tidak suka belanja. Masalahnya, kebanyakan traveler punya moto ‘buy experience, not things’. Traveler seperti ini bahkan tidak terlalu tertarik untuk masuk ke toko souvenir. Percayalah, kalau memang niat, si traveler justru akan menawarkan ‘mau nitip sesuatu?’. Dan kita tahu mereka menawarkan hal tersebut dengan tulus. Yang setuju angkat tangan.
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|