Astronot bilang, dilihat dari luar angkasa Australia itu seperti karpet usang yang berwarna kecoklatan. Lebih banyak padang savana dan tanah gersang dengan warnanya yang monoton. The Australian Outback. Dan memang benar, Australia adalah negara yang populasinya kecil jika dibandingkan dengan luas negaranya, dan kepadatan penduduknya sangat terkonsentrasi di beberapa titik saja. 6 tahun lalu saya sempat ngopi sore-sore di Babakin, sebuah kota dengan penduduk 33 orang sekitar 250 kilometer dari Perth, Australia Barat. Saya tidak tahu apakah pengalaman 30 menit di kota ini dapat benar-benar menggambarkan kehidupan di sana. Tapi saya merasa dilempar ke sebuah tempat yang dilupakan oleh waktu, seperti judul buku Edgar Rice Burroughs: The Land That Time Forgot. Jalan-jalan keluar kawasan metropolitan di Australia itu agak susah, pilihannya hanya road trip, atau ikut tour. Satu lokasi ke lokasi yang lain jaraknya jauh-jauh. Tapi yang menyenangkan adalah jalanannya mulus, lancar (ya iya lah karena sepi), dan waktu tempuhnya bisa diprediksi dengan mudah. Rata-rata 110 kilometer per jam. Dan saking nyamannya, sama sekali tidak terasa bahwa total dalam 1 hari dari jam 8 pagi sampai tiba kembali di Perth sore, ternyata saya telah menempuh hampir 700 kilometer. Saya mampir ke Babakin sebagai bagian dari itinerary menjelajahi beberapa tempat di Australia Barat, dengan Perth sebagai base. Di skedul yang ada, cuma disebut sore hari jam 3 kita akan tiba di sebuah rumah penduduk Babakin untuk menikmati snack dan kopi. Sulit menggambarkan Babakin – atau mencari tempat padanannya – kalau mau dibandingkan dengan sebuah kota di Indonesia. Ini benar-benar kampung, tapi secara resmi disebut kota karena Babakin memiliki sekolah, regu pemadam kebakaran, dan cricket club. Cuma ada satu jalan utama (tanpa aspal) dan beberapa rumah. Babakin juga menjadi satu dari sedikit kawasan di Australia Barat tempat tumbuhnya Rhizanthella gardneri atau underground orchid, anggrek yang muncul dari dalam tanah. Siang itu suasana Babakin sangat ‘sleepy’, musim panas bulan November membawa kelembaban yang tinggi, dan banyak lalat beterbangan. Soal lalat, satu hal yang paling mengagetkan ketika pertama kali saya ke Australia adalah lalatnya. Luar biasa banyak, terutama di musim panas dan di daerah-daerah yang banyak semak-semaknya. Lalat jenis ini disebut bush flies. Dan lalat-lalat ini sangat ngeyel, bisa puluhan sekaligus nempel di baju, muka, rambut, dan tidak bisa diusir dengan mudah. Ketika rombongan bis kami turun - sekitar 15 orang - sang tuan rumah dan istrinya sudah menunggu di pintu rumah dan menyambut kami dengan hangat. Suami istri ini tipikal petani pedesaan, mirip tokoh-tokoh dalam Little House on The Prairie. Si suami tinggi kurus, dan si istri agak gemuk, rambut keriting dikepang satu, dengan pipi yang kemerahan. She’s like a favourite auntie who will feed you until you explode. Masuk ke dalam rumah yang cukup kecil membuat kami berdesakan. Tapi rumahnya terang, bersih, dan satu-satunya ruang utama (yang sepertinya merangkap ruang keluarga dan ruang makan) sudah ditata sederhana dengan sebuah meja besar penuh makanan yang dikelilingi kursi-kursi plastik. Di sebuah sudut ada sebuah meja kecil tempat si suami sibuk menuangkan kopi dan teh dari termos sambil terus mengingatkan kita untuk makan dan minum sekenyangnya. Dan kue-kue ‘kampung’ bikinan si istri memang enak, tersedia banyak lebih dari cukup untuk rombongan kami. Di meja makan itu juga ada buku ‘homemade’ lembaran fotokopi yang distapler, resep kue-kue si istri. Kita bisa membelinya dengan harga AUD2. Setelah kenyang dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan, kami membayar buffet ini langsung ke sebuah toples. Tanpa diperiksa lagi oleh mereka berdua. Si istri tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih sambil mempersilakan kami untuk membawa kue-kue yang tersisa untuk bekal. Mereka mengantar sampai ke pintu bis dan menyalami kami satu persatu. Ketika bis siap berangkat, mereka berdua melambaikan tangan terus menerus sampai kami hilang dari pandangan. It’s a sweet moment, karena saya tahu seumur-umur mungkin tidak akan bertemu mereka lagi. Saat itu cuaca tiba-tiba mendung. Pemandangan Babakin berubah menjadi surreal seperti foto yang diambil dengan lensa infrared. Tanah, jalanan, semak-semak semua menguning, kontras dengan langit abu-abu kebiruan pekat. I wonder how the couple are doing now. But I believe they should be fine.
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|