lonesome wanderer
  • HOME
  • BLOG
  • GALLERY
  • CONTACT
  • ENJOY IRAN SPECIAL SECTION

LONESOME WANDERER

Prejudice & A Little Thought of Harlem

4/6/2016

0 Comments

 
Picture
A reminder, at the Brooklyn Bridge
Harlem, neighborhood di NYC.  Nama area ini berasal dari Haarlem, sebuah kota kecil di Belanda.  Mengapa namanya kebelanda-belandaan, mungkin karena ini.
 
Yang pertama terbayang (akibat kebanyakan menonton film Amerika) tentang Harlem daerah suram, graffiti, penduduk kulit hitam, gangs, drugs. Well, mungkin itu benar kalau kita masih ada di era 70-80 an.  Harlem sekarang sama amannya dengan area lain.  Atau kita juga bisa bilang Harlem sama tidak amannya dengan area di kota-kota lain.  Buat saya tidak ada tempat yang 100% aman atau 100% horor.
 
Harlem yang saya lihat (dan menjadi neighborhood pertama yang saya tinggali - langsung dari bandara - ketika jalan-jalan ke Amerika Serikat untuk pertama kalinya) adalah area yang sangat bersih, cenderung sepi, dengan penduduk yang sangat bangga dengan kawasan tempat tinggalnya yang historik, dengan budayanya.  Dan aman.   Di hari minggu perempuan-perempuan setengah baya memakai baju terbaiknya untuk ke gereja.  Sayup-sayup terdengar paduan suara penyanyi kulit hitam (saya pernah dengar istilahnya adalah negro spiritual.  Entah apakah istilah ini masih digunakan.  Terdengar rasis).

Saya berpikir, mungkin justru penduduk Harlem yang sebal melihat orang-orang yang merasa tidak nyaman dan ketakutan kalau harus berada di area tersebut.  Just be open minded, polite, respectful, and use our common sense.  Kalau naluri kita mengatakan sepertinya tidak aman, hindarilah.  Tetapi kita juga jangan menyamaratakan bahwa orang bertampang keras pasti adalah kriminal.  
 
Sebagai pejalan, di Harlem saya malah mendapat pengalaman yang tidak akan terlupakan dan kontemplatif.  Suatu pagi saya menyeret koper menuju subway.  Seorang lelaki usia 50 an keluar dari apartemen menuju mobilnya, dan menawarkan jika saya mau ke bandara JFK bisa ikut dengannya (dia bekerja di bandara).  “Take care, you” katanya ketika saya bilang mau ke Penn Station (untuk naik kereta ke Washington DC). 
 
Saya merasa dia adalah orang baik-baik karena otak saya mencerna informasi yang ada di pandangan saya.  Pria berkulit hitam, keluar dari apartemen (tentunya bukan homeless man), memiliki mobil (tentunya penghasilannya lumayan), dia menuju tempat kerja (tentunya bukan pengangguran).
 
Apakah pandangan saya terhadap lelaki ini akan sama kalau saya bertemu dia secara random, berpapasan di jalan yang sepi? Mungkin tidak.  Mungkin saya akan menghindari kontak mata dan berjalan melipir sedikit menghindar. Dan ada prasangka buruk di pikiran saya.  Saya masih harus banyak belajar untuk membuang  prasangka di mata, hati, dan pikiran. 
 

Traveling adalah salah satu cara terbaik untuk selalu mengingat.
Kita semua adalah manusia kecil.
Hidup bersama-sama di sebuah neighborhood.
Bumi.
0 Comments



Leave a Reply.

    RSS Feed

    Archives

    December 2018
    June 2017
    May 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015

    Categories

    All
    Architecture
    Asia
    Australia
    Europe
    Food
    Journal
    Middle East
    Movies & Music
    New York City
    North America
    People
    Thoughts
    Travel Plan

    all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
all photos  &/ videos are taken by myself unless otherwise stated.
  • HOME
  • BLOG
  • GALLERY
  • CONTACT
  • ENJOY IRAN SPECIAL SECTION