Copenhagen saya datangi tanpa persiapan. Initerary impulsif setelah saya bosan di Swedia dan memutuskan terbang ke Denmark menghabiskan 3 hari terakhir sebelum saya pulang ke Jakarta. Pengalaman 2 malam ini cukup blurry, semua serba cepat, tergesa-gesa, cuaca mendung dan gerimis hampir sepanjang waktu menghasilkan foto-foto muram. Tidak semua perjalanan saya 100% menyenangkan dan memuaskan buat saya, tetapi tetap banyak kenangan menarik dan terkadang absurd, diantaranya pengalaman saya membuat seorang aktor terkenal lari ketakutan, atau seorang perempuan yang mengingatkan saya pada robot futuristik …. Here we go, in random order: Copet. Thank God, saya belum pernah kecopetan ketika jalan-jalan. Salah satu hal utama yang informasinya saya cari sebelum mengunjungi kota tertentu adalah tingkat petty crime dan tempat-tempat yang harus dihindari. Dan mengenai copet, yang menempati peringkat utama biasanya kota kota di Spanyol, Italia, dan Perancis. Sebaliknya, kota-kota di negara Eropa Utara / Skandinavia seperti Norwegia, Swedia, Denmark dikenal sebagai kawasan yang aman. Pret. Kenyataannya saya melihat orang dicopet tepat detik pertama ketika saya keluar dari stasiun kereta di downtown Copenhagen. Seorang nenek berteriak bahwa tasnya dijambret, lalu ada beberapa orang yang mengejar copet tersebut. Saya tidak tahu kelanjutannya, tapi kejadian ini membuat mood saya langsung turun. Saya cepat-cepat menggeret koper di tengah gerimis dan suhu 6 derajat celcius untuk menuju hotel (yang harusnya dekat tapi jadi jauh karena saya salah jalan, harusnya ke kiri saya malah ke kanan. Ternyata pintu keluar stasiun ada dua di dua sisi jalan yang berbeda). Sampai hotel menggigil, basah, dan udah gak pengen ngapa-ngapain. Mending nenggak Tolak Angin dan tidur, supaya besok fit seharian jalan-jalan, dan cuaca cerah. Semoga. Eden di Alexandra. No, bukan dongeng Yunani kuno. Eden adalah nama perempuan, resepsionis di hotel Alexandra tempat saya menginap. Cantiknya luar biasa. Dia tidak seperti gadis bule, baik American atau European. Entah perpaduan apa. Kulit mukanya seperti Asian, tidak pucat dan tidak ada freckle-nya sama sekali. Rambutnya hitam model bob (entah benar atau tidak deskripsi saya ini, pokoknya lurus pendek seleher, dengan poni yang membingkai dahi bentuk garis horizontal sempurna). Dan dia ramah sekali. Pengalaman check in hotel yang sangat menyenangkan. Sore itu dia mengenakan celana panjang & turtle neck sweater monotone, hitam dan abu-abu rasanya. Kesempurnaan fisik dan rambutnya yang rapi mengingatkan saya pada robot futuristik di film-film. Dan namanya itu. Eden. Eksotik. Misterius. Menyesal tidak minta foto bareng, tapi saya takut disangka turis Asia kegatelan. Masuk ke kamar (saya doang maksudnya, tidak bersama Eden), saya kegirangan. Kamarnya nyaman sekali. Kecil seperti tipikal kamar hotel di Eropa, tapi ini Scandinavian design at its best. Semuanya dari kayu, disain-nya ‘bersih’, dengan lampu kuning yang hangat. Dan jendelanya sound proof. Ini penting, karena walaupun berada di area yang tidak berisik, biasanya suara angin di negara-negara barat tetap suka tembus woosh woosh. Jendela hotel (atau bisa juga pintu) soundproof biasanya terdiri dari dua lapis, satu lapis jendela biasa dengan ‘lidah’ menghadap ke luar, dan ada satu lapis jendela lagi di dalam. Jendela kedua ini memiliki lapisan karet antara rangka dengan kaca, lalu ada tuas untuk menutup jendela tersebut yang harus ditekan dengan tenaga. Seperti toples anti udara yang tutupnya memiliki kuping dari kawat dan harus ditekan kuat-kuat itu. Kerupuk. Ternyata orang Denmark punya cemilan mirip dengan di Bali. Kerupuk dari pork skin / pork belly, atau supaya tidak terdengar rasis kita sebut saja kerupuk samchan. Dan rasanya sama enaknya dengan kerupuk samchan Rejeki bikinan Tabanan, Bali. Masalahnya, tidak ada warteg buat saya beli nasi putih doang. Jadinya digado. Bintang film ngibrit. Ini highlight perjalanan yang tidak terlupakan. Sore itu di Hans Christian Andersen Avenue – salah satu jalan utama di Copenhagen - saya berpapasan dengan seorang pria bule. Dan otak saya berpikir seperti komputer yang lagi loading: Kog familiar ya mukanya? Seperti sering lihat. Tapi teman bule saya sedikit. Jadi gak mungkin saya lupa satu orang. Tapi kalo gak kenal, ini siapa ya? Kog familiar ya mukanya? Seperti sering lihat? Tapi teman bule saya sedikit. ….. Masalahnya adalah ketika otak saya loading tersebut, saya tidak sadar berapa detik saya menatap mukanya dan seperti apa tampang saya. Pasti aneh. Tiba-tiba pria tadi memalingkan muka seperti ketakutan, berusaha menurunkan hoodie-nya lebih dalam ke muka, lalu ngibrit berjalan cepat. Saya tersadar lalu berjalan sambil mengulangi pertanyaan-pertanyaan tadi. Ini siapa ya? Dan tiba-tiba saya ingat orang ini siapa. Setelah pulang ke hotel saya memastikan tampangnya lewat situs movie database. 99% positive, kupingnya caplang seperti cetakan agar, perawakannya tidak terlalu tinggi. Belum cukup, saya googling lagi, cari news tentang dia. 100% positive. Ternyata benar, minggu itu dia sedang berada di Copenhagen untuk mempromosikan serial TV dokumenter-nya yang baru diputar di televisi Eropa. Dia adalah: Dominic Monaghan. Berperan sebagai Meriadoc Brandybuck, salah satu hobbit dalam trilogi Lord of the Rings. Dan salah satu regular dalam serial TV Lost. Dia berada di Eropa untuk promo tour ‘Wild Things with Dominic Monaghan’. Biasa aja kali bro, gak usah ngibrit. Nyhavn (New Harbor) Salah satu tempat wajib yang harus dikunjungi di Copenhagen. Sebuah kanal yang menjadi pelabuhan sejak abad 16. Dan saya sudah tahu, kalau semua guide book bilang ‘tempat wajib kunjung’, pasti ini area turis yang sudah hilang rasa otentiknya, dipaksa untuk tetap kuno, dan bangunan-bangunannya sudah jadi restoran untuk turis dengan harga tidak biasa tapi rasa biasa. Areanya sih menarik, tapi ya hampir di setiap sudut Amsterdam pun pemandangannya seperti ini. Baik ada turis ataupun tidak. Saya cuma berjalan memutari kedua sisi kanal. Motret-motret, mendung pula hasilnya jelek. Lalu pulang jalan kaki berusaha untuk tersesat, intentionally lost. Malah lebih menarik, dan di salah satu gang-gang kecil itu saya ketemu…. Pak Pos. Tukang pos di Copenhagen mengantar surat naik sepeda dengan kotak pos di bagian depan, menggunakan seragam merah yang komikal. Cocok untuk film anak-anak bertema natal. Dan saya juga membayangkan Vina Panduwinata berhati gembira menerima surat cintanya yang pertama, diantar oleh Bapak ini. Yup, I have one weird mind.
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
December 2018
Categories
All
all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
|