lonesome wanderer
  • HOME
  • BLOG
  • GALLERY
  • CONTACT
  • ENJOY IRAN SPECIAL SECTION

LONESOME WANDERER

What Traveling Taught Me

9/1/2016

0 Comments

 
Picture
Overcoming fears
Pertama kali pergi jalan-jalan ke luar negeri sendirian, saya mencetak berlembar-lembar dokumen baik tulisan ataupun gambar dari google map: bagaimana cara dari bandara ke downtown, dari downtown ke hotel, naik kereta/bis nomor berapa, berapa biayanya, sampai rute jalan kaki dari lokasi A ke B,  jam berapa saya harus pulang dari suatu tempat untuk menghindari “hari udah gelap”.  Sangat terperinci dan kaku.  Padahal tempat yang saya kunjungi  adalah Kuala Lumpur (yang hanya 2 jam penerbangan dari Jakarta, dengan native language melayu yang mudah dipahami).  Namun dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman, ketakutan-ketakutan saya semakin reda.  Kini saya bisa sampai ke satu negara yang jauh dari Indonesia dan baru mencari informasi setelah tiba di bandara kedatangan.  Memang tidak semua perjalanan saya lakukan dengan gaya ‘tabrak lari’ seperti itu, tapi setidaknya tingkat ketakutan dan kekhawatiran saya semakin berkurang, saya dapat lebih fleksibel dan santai.  Tapi, kita harus tetap….
Be sensible 
Di Vancouver saya pernah salah turun bis. Tepat dekat taman kotor yang isinya gelandangan junkies semua.  Di Oslo juga sama, ada satu neighborhood yang banyak germo nawarin cewek (dan ceweknya matanya beler semua walaupun masih siang) .  Saya langsung ngacir naik bis lagi, walaupun saya tahu bahwa kalau kita tegas - tapi sopan - menolak, si germo (yang nawarin cewek) atau si gelandangan (yang ‘minta koin dong buat beli kopi’) akan meninggalkan kita.  Di negara-negara maju, semua orang-orang yang tidak beruntung ini terdata dengan baik, dan mereka takut untuk berbuat onar, atau kalau sampai masyarakat umum melaporkan mereka ke polisi.  Tapi intinya, kalau kita tidak terpaksa sampai harus lewat tempat-tempat seperti ini, ya jangan.
 
Be thoughtful and polite
Kita sering menganggap orang bule itu superior, lebih sophisticated, secara umum lebih makmur.  Tapi dari pengalaman saya, kalau bertanya ‘have you ever been to Indonesia or Asia’ (pertanyaan standar saya dalam perjalanan kalau ada kesempatan ngobrol dengan strangers), ternyata banyak sekali orang yang belum pernah ke Asia apalagi Indonesia.  Kalaupun ada, biasanya yang mereka ketahui adalah informasi dan persepsi stereotype: Indonesia adalah negara muslim, atau bahkan radikal.  Atau Indonesia adalah hutan belantara.
 
Saya pernah ikut tour di Kanada dan melewati suatu taman nasional. Tour guide-nya bilang sesuatu yang intinya ‘Indonesia kan masih hutan ya, jadi ini pasti gak terlalu menarik untukmu’.  Pengen saya tampol.
 
Balik lagi, karena ketidaktahuan kebanyakan orang asing mengenai Indonesia, saya berusaha untuk selalu thoughtful, sopan (tapi tidak perlu minder), berusaha jadi duta yang balk untuk Indonesia.  Kalau di bandara Changi kita bisa mengantri dengan rapi, kenapa begitu balik ke bandara Soekarno Hatta kita tidak bisa melakukan hal yang sama?  Dan ngomong-ngomong mengenai persepsi orang bule terhadap orang Indonesia juga membawa saya untuk ….
 
Be humble & grateful
Banyak sekali orang yang belum punya uang, atau waktu, atau kesempatan, atau gabungan dari semuanya, untuk pergi jalan-jalan melihat negara dan budaya lain yang berbeda.  Indonesia adalah negara berkembang dengan koefisien Gini yang tinggi, yang artinya kesenjangan antara orang mampu dan tidak mampu masih cukup besar.  Kalau kita masih bisa jalan-jalan,  terlepas seperti gaya Syahrini atau cuma backpacker-an, percayalah artinya kita termasuk orang yang beruntung.  And we should be grateful. Always.
 
We are all the same
Hasil ngobrol-ngobrol dengan airbnb host atau tour guide atau sesama pejalan yang duduk sebelahan di kereta, ujung-ujungnya semua menghasilkan kesimpulan yang sama, kita semua adalah manusia yang punya mimpi, harapan, ketakutan. Dan keanehan.
 
The world is encyclopedia
Dunia adalah ensiklopedi yang terbuka lebar. Namun jarang kita baca.  Ketika masuk ke museum, jelas-jelas kita mendapat pengetahuan baru.  Tapi pengetahuan baru juga bisa didapat dari mana saja.  Subway station di New York City yang kebanyakan kuno dan dekil minta ampun menjadi trigger yang membuat saya tertarik untuk membaca sejarah transportasi umum di negara ini.  Quokka, hewan endemik yang hanya ada di pulau Rottnest membuat saya membaca (walaupun cuma dari Wikipedia) tentang garis Wallace yang pernah kita pelajari, tepatnya dihafalkan, di SD.  Seriously, we know nothing & there are lots to learn about, dan itu bisa terjadi ketika kita jalan-jalan.
 
Less distracted by materialism
Sepatu sport merk terkenal yang harganya jutaan itu? Di luar negeri barang yang sama ternyata diproduksi di Indonesia.  Jaket yang di Jakarta dipajang sebagai ‘new collection’? Di luar negeri ternyata sudah masuk kotak diskonan.  Restoran mewah dengan burger seharga ratusan ribu? Taste-nya kalah dengan burger pinggir jalan 3 dollar karena condiment yang tersedia sangat lengkap (yang di Indonesia condiment tersebut cuma bisa  dibeli di Ranch Market dan mahal, jadi tidak disediakan di restoran mewah itu. Pret).  Pengalaman jalan-jalan membuat saya lebih mementingkan fungsi daripada merk.  Kalaupun tergoda untuk membeli barang bermerk, saya pilih sesuatu yang evergreen tidak musiman, dan memang kualitasnya bagus.  Saya justru bangga dan bragging kalau menemukan barang yang murah tapi bagus.  Buy experience, not things.
 
Don’t be spoiled brat
Kalau lagi traveling, saya bisa jalan kaki belasan kilometer dalam sehari, makan malam hanya dengan dua kepal onigiri di Kyoto, atau sarapan dengan kentang goreng dan telor ceplok di sebuah bodega di Harlem.  Sering kepanasan, pernah kehujanan, kadang-kadang kelaparan.   Semua adalah pengalaman yang menempa, seperti exercise, yang membuat ‘tingkat kemanjaan’ saya terus berkurang. And it’s good thing!
 
We are all infinitely on the move
Bumi berotasi (444 meter per detik) pada porosnya, kembali ke titik awal dalam 24 jam.
Pada saat yang sama:
Bumi juga mengorbit matahari (30 kilometer per detik) dan kembali ke titik awal dalam satu tahun.
Pada saat yang sama:
Matahari dan seluruh tata surya kita juga mengorbit galaksi Milky Way (250 kilometer per detik!), kembali ke titik awal dalam 200 juta tahun.
Pada saat yang sama:
Seluruh galaksi yang ada di alam semesta juga berekspansi, semakin menjauh satu sama lain.

Artinya: selama hidup dari lahir sampai mati, setiap detik kita berada di tempat yang berbeda!
 
Kita semua adalah pejalan sejati.
0 Comments



Leave a Reply.

    RSS Feed

    Archives

    December 2018
    June 2017
    May 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015

    Categories

    All
    Architecture
    Asia
    Australia
    Europe
    Food
    Journal
    Middle East
    Movies & Music
    New York City
    North America
    People
    Thoughts
    Travel Plan

    all photographs &/ videos taken by myself unless otherwise stated.
all photos  &/ videos are taken by myself unless otherwise stated.
  • HOME
  • BLOG
  • GALLERY
  • CONTACT
  • ENJOY IRAN SPECIAL SECTION